Review : The School for Good and Evil


Passion for Knowledge
Sekolah Kebaikan dan Sekolah Kejahatan

DI HUTAN PURBAKALA
BERDIRILAH SEKOLAH KEBAIKAN DAN KEJAHATAN
DUA MENARA BAGAI KEPALA KEMBAR
SATU UNTUK YANG TULUS
SATU UNTUK YANG KEJI
SIA-SIA MENCOBA KABUR
SATU-SATUNYA JALAN KELUAR ADALAH
MELALUI DONGENG



            Happy Lunar New Year!!
Tahun 2016 ini adalah tahun yang akan jadi tahun sibuk untuk aku. Duduk dibangku kelas 12 yang segera melaksanakan UN-CBT dan SBMPTN bikin aku cukup stress dan sulit memanager waktu. Tentunya aku tetep berusaha update postingan di blog, dan biarkan kali ini aku mereview novel terjemahan yang menjadi bestseller di New York.

            Agatha 

            Satu dari dua tokoh sentral, Agatha di gambarkan sebagai sosok gadis dingin, pendiam, aneh, dan misterius. Penampilannya yang jauh dari kata cantik, serba hitam dengan sepatu gendut dan muka pucat. Agatha hanya bicara seperlunya, pemikirannya cerdas dan tegas. Dibalik penampilannya, Agatha tetaplah seorang putri yang memiliki ketulusan persahabatan dan cinta sejati.

            Shopie

            Siapapun pasti ingin menjadi gadis cantik. Begitu juga Shopie yang tergila-gila dengan segala bentuk perawatan kecantikan dan diet. Begitu mengelu-elukan putri dan cinta sejatinya--Yang ia harapakan seorang pangeran. Shopie baik, suka menolong, tapi untuk apa berbuat baik dan suka menolong jika semuanya hanya udang dibalik batu, agar dikira tulus? Tapi Shopie tetaplah seorang gadis yang memiliki harapan untuk kebahagiaan.



             Tedros

             Siapa yang tak suka pangeran gagah dan tampan?
Sayangnya Tedros tak punya ketegasan dan kelancaran dalam berpikir. Dia tampan, dia kaya, dia punya segalanya. Tapi Tedros terlalu ceroboh dalam menilai orang dan keadaan. Dia lahir untuk dicintai dan melindungin orang yang dia cintai, dia hanya tak ingin kisah ayahnya yang ditinggal oleh ibunya terulang lagi.


 The School for Good and Evil [Jilid Pertama]

 

Akankah ciuman cinta sejati membebaskanmu dari kutukan ...



[Sinopsis]  :

            Sophie, gadis paling cantik di Gavaldon percaya diri akan semua tentangnya. Dia tahu dialah seorang putri yang akan segera di culik ‘Sang Guru’ dari sekolah kebaikan dan kejahatan tahun ini. Ya, empat tahun sekali Gavaldon akan kehilangan 2 anak muda. Satu yang baik dan tulus akan bersekolah di sekolah kebaikan kemudian menjadi dongeng luar biasa, dan satu yang jahat dan keji yang akan bersekolah di sekolah kejahatan kemudian menjadi penyihir yang kalah di dongeng luar biasa.

            Agatha, gadis pendiam yang tinggal di tanah perkuburan, gadis yang dituduh penyihir dan hidup terisolasi. Temannya hanya Sophie, yang sebenarnya hanya memanfaatkan dirinya agar Sophie terlihat baik. Semua penduduk yakin dialah yang akan di culik ‘Sang Guru’ untuk sekolah kejahatan.
            Lalu bagaimana jika terjadi sebuah kesalahan?
Sophie dibuang ke sekolah kejahatan dimana banyak penyihir, kutil dan tidak ada masker serta ketimun. Dan Agatha dibuang ke sekolah kebaikan dimana warna pink mendominasi, putri-putri cantik, pangeran gagah, pelajaran beautifikasi dan pesta dansa.
            Bagaimana jika kesalahan ini merupakan petunjuk pertama untuk mengetahui dan mengungkap jati diri Sophie dan Agatha?


            Well, ini adalah novel western hadiah dari Ayin sewaktu aku ulang tahun yang ke-17.  Sebelumnya Ayin sudah mereview novel ini terlebih dahulu di sini dan di sini. Karena review itulah aku menunjukan ketertarikan terhadap novel ini, dan gak nyangka. Dia membelikan aku kedua novelnya -__-

            Novel pertama dari Soman Chainani ini merupakan novel yang menurutku sangat menakjubkan dengan petualangan yang berbahaya untuk dua gadis yang sama-sama gak tahu siapa mereka sebenarnya.
            Novel ini diawali dengan Shopie yang menggambarkan dirinya cantik, selalu perawatan, tidak tulus dalam menolong, selalu punya niat tersembunyi dan berusaha untuk tampil layaknya putri. Sedang Agatha yang terkesan misterius dan dingin ia jadikan sebagai salah satu target ‘ada udang dibalik batu’-nya Sophie—berteman sama calon penyihir agar dipandang baik oleh masyarakat Gavaldon dan dia mengira Agatha adalah orang yang mengisi sekolah kejahatan.

            Baiklah, di novel ini adegannya benar-benar kompleks dengan kejadian-kejadian di luar hipotesis kita. Kejadian yang tentunya paling malesin bagi aku adalah ketika awal-awal Shopie dan Agatha mengadaptasikan diri mereka di tempat yang menurut mereka gak sesuai dengan mereka.
            Shopie punya 3 teman sekamar bernama Dot, Hester dan Anadil. Ketiga temannya itu gak ada yang suka sama Shopie—terkecuali Dot yang bersikap agak baik. Tapi aku suka sama karakteristik mereka yang punya pendirian teguh, ambisi yang kuat dan tentunya hati kecil mereka yang baik (di akhir-akhir cerita kita bisa liat gimana sih mereka yang dicap jahat itu juga ingin merasakan yang namanya kebahagian, pokoknya Hester merupakan karakter favoriteku disini gimanapun bentuknya yang serem dan sifatnya yang kejam).
            Sama dengan Shopie yang gak di terima oleh siswa di sekolahnya, Agatha juga sama. Di sekolah kebaikan banyak putri dan pangeran yang gak suka sama dia, bahkan pemeran utama laki-laki—Tedros yang merupakan putra dari Raja Arthur ikut-ikutan ngebully dia dan pengen nuker Agatha sama Sophie. Well, disini udah keliatan banget deh, putri-putri yang cantik dan lemah lembut itu gak sebaik yang sebenarnya—mereka tetap suka membully bahkan melakukan tindakan dan perkataan yang gak sesuai etiket para putri.


        Kenyataan menyedihkan dari kedua sekolah adalah, gak semuanya bisa jadi Putri, Pangeran, dan Penyihir. Di antara yang dapat nilai kecil akan jadi awetan museum, binatang yang akan mengorbankan nyawa untuk sang putri, monster-monster budak penyihir atau bentuk-bentuk lainnya sesuai dengan sekolahnya.
       Dan jika kalian benar-benar gagal, maka kalian akan jadi budak musuh. Murid sekolah kejahatan yang gagal akan jadi peri air di sekolah kebaikan, dan murid sekolah kebaikan akan menjadi serigala di sekolah kejahatan.



            Klimaks disini menurutku waktu Uji Dongeng, dimana Tedros yang mikir bahwa Sophie cinta sejatinya tahu kalau dia sebenarnya dibohongi oleh Sophie. Dan selama ini yang membantu Shopie dan mengorbankan diri untuk menolong Tedros adalah Agatha. Disini mulai deh Tedros jatuh hati sama Agatha. Dan perlahan-lahan sifat Putri pada Agatha mulai keliatan. Mukanya yang makin cantik, pengendaliannya terhadap hewan, berbicara dengan banyak mahluk serta perasaan batinnya yang bisa sampai ke seluruh orang.
            Lagi-lagi sama dengan Agatha, Sophie juga mulai kelihatan jahatnya. Kutil-kutil makin tumbuh di kulitnya, rambutnya mulai rontok dan kepalanya botak, giginya tanggal dan penampilannya sudah bener-bener menghayati banget sebagai penyihir.
            Perang antara Kebaikan dan Kejahatan gak terelakan lagi karena adu domba Shopie. Semua seolah takdir dari ‘Sang Guru’ yang misterius dan Storian—Pena penulis dongeng mereka. Sampai akhirnya terbongkarlah misteri ‘Sang Guru’ dan akhir dari dongeng Shopie dan Agatha.
            Ceritanya benar-benar bikin penasaran dan dag-dig-dug, oke jujur aja aku bener-bener tertarik sama novel ini melebihi novel JK. Rowling—Harry Potter. Soman yang notaben laki-laki bener-bener bisa mencampur adukan pikiran pembaca lewat imajinasinya. Gimana dia bikin aku benci banget sama Tedros yang jahat sama Agatha terus jatuh cinta sama Agatha, gimana dia bikin aku kesel banget sama Agatha yang tetep aja baik sama Shopie yang jelas-jelas manfaatin dia, dan gimana aku sebel ngeliat Shopie tolol banget sama seluruh obsesi dia.
           
            Tapi Soman berhasil bikin aku paham, itu sebenarnya adalah gambaran dari diri kita semua. Di dunia ini kita selalu merasa benar tanpa mengerti orang lain. Soman kayak pengen kita ngeliat suatu masalah dari banyak sudut pandang. Dan disinilah akhirnya terungkap kisah cinta sejati—Persahabatan antara Agatha dan Shopie dan peran ‘Sang Guru’.

            Endingnya?
Aku ngereview ini biar kalian tertarik buat beli dan baca sendiri, great book.
Grade : A


The School for Good and Evil : Dunia Tanpa Pangeran [Jilid 2]


Benarkah cinta sejati lebih berharga dari sahabat?



             Di atas udah dijelasin kan kalau mau keluar dari sekolah itu harus menyelesaikan dengan dongeng? Tapi belum pernah ada anak-anak dari Gavaldon yang memiliki dongeng kembali ke Gavaldon, kecuali Agatha & Shopie.

[Sinopsis] :

            Agatha dan Shopie berhasil kembali ke Gavaldon setelah kejadian dahsyat di sekolah mereka. Sekarang mereka hanya manusia biasa yang tidak bisa menggunakan sihir lagi. Mereka menjalani aktifitas seperti biasa, dimana Shopie bak artis dan Agatha bak penyendiri.
            Tapi semua rakyat Gavaldon merasa mereka adalah pahlawan yang berhasil menghilangkan kutukan di Gavaldon. Patung mereka di buat dan pada saatnya Agatha merasa ada yang kosong, dia tidak ingin mengakhiri dongeng seperti ini. Dia ingin bersama Tedros—Agatha juga jatuh cinta pada Tedros.
            Well, permohonan kecil di hati Agatha ternyata membuka kembali gerbang dongeng dan membawa mereka kembali kesekolah—Sekolah gadis dan Sekolah pria. Kemana sekolah Kebaikan dan Kejahatan? Dongeng Agatha dan Shopie ternyata membuat para gadis merasa sombong dan merasa tak butuh laki-laki. Gadis-gadis di sekolah kejahatan terusir dari sekolahnya namun disambut baik para gadis-gadis sekolah kebaikan.
            Laki-laki sekolah kebaikan kemudian di usir para gadis dan diterima baik oleh para laki-laki di sekolah kejahatan. Dunia berbalik, para pangeran tak berharga. Dan satu-satunya yang dianggap penyebabnya adalah si penyihir—Shopie. Hukuman mati untuk Shopie di buat oleh Tedros—Yang mengharapkan Agatha bersamanya, bukan bersama Shopie.
            Lalu bagaimana dengan Agatha?
Akankah dia memilih persahabatannya dengan Shopie, atau memilih hidup bahagia bersama cinta sejatinya Tedros setelah memperbaiki semua kesalahan ini?

            Di buku ini, kisah cinta antara Agatha dan Tedros benar-benar menjadi topik hangat. Tapi komunikasi dan ikatan mereka kurang karena Tedros banyak menghabiskan waktu dengan penderitaan dan Philip—Shopie yang menyamar.
            Di sini Agatha lebih menjadi sentral di banding buku pertama, hanya saja di sini terlalu membosankan karena terlalu menyorot tokoh baru yang keliatan penting—Dekan Sekolah Gadis yang menurutku bahkan sampai endingpun dia itu tokoh gak becus yang membosankan.
            Kisah disini sebenarnya merupakan hasil dan akibat dari dongeng Agatha dan Shopie yang menginspirasi para gadis untuk seperti mereka—Putri berkerjasama dengan Penyihir. Kalau kalian baca buku pertama pasti kalian bakal ngerti. Disini juga dijelasin lagi peran ‘Sang Guru’ dimana di sinopsisku ‘Sang Guru’ itu gak terlihat penting, padahal sebenarnya dia adalah kunci dan emm—Pasangan si Shopie?


            Sedikit aku beri bonus. 200 tahun yang lalu, penjaga Storian adalah dua saudara kembar—Satu baik dan satu jahat. Namun sang jahat ingin menguasai semuanya, maka dia mengumandangkan perang untuk sang baik. Sang baik kalah, dan storian di tangan sang jahat, hanya saja storian berusaha menjaga keseimbangan. Meski ditangan sang jahat storian selalu berpihak pada yang baik. Dan sang jahat adalah—Sang Guru.

            Di novel keduanya ini, Soman menampilkan banyak keterhubungan antara jilid 1 dan jilid 2. Dia kayak udah ngesketsa dari awal gimana ceritanya. Dan disini lagi-lagi peran Hester, Anadil, dan Dot juga mendominasi. Waw, seneng banget ngeliat ketiga penyihir yang terlahir untuk kejahatan ini bertindak baik dan cukup jenius—meski itu demi kepentingan mereka, tapi mereka tulus membantu Agatha.
            Klimaksnya disini, Shopie yang sering sama Tedros sebagai Philip, kayak merasa ada rasa lagi sama Tedros dan begitupun Tedros ngerasa suka sama Philip karena ngerasa dikhianati Agatha—yang dia pikir bekerjasama dengan Shopie ingin membunuhnya.
            Dan detik-detik Philip di cium sama Tedros, Agatha ngeliat. Dan bisa bayangin gimana hancurnya Agatha yang mikir dia di khianati sama Sophie—yang ia pikir menyamar jadi Philip untuk merebut storian dari tangan Tedros dan mengembalikan dunia dongeng seperti semula malah mau ciuman sama cintanya Agatha.
           
         Penasaran?
         Kalian bisa beli buku jilid kedua ini untuk membuka misterinya gimana. Hingga pada akhirnya Shopie dan Agatha berpisah. Masing-masing berada dipelukan laki-laki baik dan laki-laki jahat.


            Aku bingung mau mendeskripsikan novel ini gimana dengan kata-kata. Novel kedua ini emang gak semenarik novel pertama. Tapi melengkapi kekosongan Novel pertama. Dan novel ini juga sudah ada jilid ketiganya Cuma aku kurang tahu udah di terbitin di Indonesia belum.
            Novel ini juga sedang digarap versi animasinya. Aaaaaa gak sabar liat gimana sih tangguhnya Agatha dan liciknya Shopie. Well, aku ngerasa sifat aku mirip banget sama keduanya. Di lingkungan rumah aku ngerasa kayak Agatha, dan di lingkungan luar ngerasa kayak Shopie. Jadi aku bener-bener menghayati novel ini yang menurutku menggambarkan refleksi diri sediri.
       Dan sekarang, benar-benar gak sabar untuk santap siang dengan buku ketiga : The Last Ever After.


            Kalau tengah malam ada sesosok bayangan datang kekalian, diam saja. Percuma berlari, yang harus kalian ingat adalah petanya. Dimana kalian berada. Ingat! Ingat peta ini!


            Inget! Yang baik harus tetap bersama yang baik, dan jahat harus tetap bersama yang jahat. Jadi, kembalilah ke posisimu sebelum semuanya terlambat...


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saturday Corner 03 : Elvinger

Dulunya IPA, Lulus SBMPTN SOSHUM dengan Belajar 10 Hari?

Saturday Corner 02 : PIK REMAJA SMA BUKIT ASAM