Review : The School for Good and Evil
Passion
for Knowledge
Sekolah
Kebaikan dan Sekolah Kejahatan
DI
HUTAN PURBAKALA
BERDIRILAH
SEKOLAH KEBAIKAN DAN KEJAHATAN
DUA
MENARA BAGAI KEPALA KEMBAR
SATU
UNTUK YANG TULUS
SATU
UNTUK YANG KEJI
SIA-SIA
MENCOBA KABUR
SATU-SATUNYA
JALAN KELUAR ADALAH
MELALUI
DONGENG
Happy
Lunar New Year!!
Tahun 2016 ini adalah tahun yang akan jadi
tahun sibuk untuk aku. Duduk dibangku kelas 12 yang segera melaksanakan UN-CBT
dan SBMPTN bikin aku cukup stress dan sulit memanager waktu. Tentunya aku tetep
berusaha update postingan di blog, dan biarkan kali ini aku mereview novel
terjemahan yang menjadi bestseller di New York.
Agatha
Shopie
Tedros
The School for Good and Evil [Jilid Pertama]
Akankah
ciuman cinta sejati membebaskanmu dari kutukan ...
[Sinopsis] :
Sophie, gadis paling cantik di Gavaldon percaya diri
akan semua tentangnya. Dia tahu dialah seorang putri yang akan segera di culik ‘Sang
Guru’ dari sekolah kebaikan dan kejahatan tahun ini. Ya, empat tahun sekali
Gavaldon akan kehilangan 2 anak muda. Satu yang baik dan tulus akan bersekolah
di sekolah kebaikan kemudian menjadi dongeng luar biasa, dan satu yang jahat
dan keji yang akan bersekolah di sekolah kejahatan kemudian menjadi penyihir
yang kalah di dongeng luar biasa.
Agatha,
gadis pendiam yang tinggal di tanah perkuburan, gadis yang dituduh penyihir dan
hidup terisolasi. Temannya hanya Sophie, yang sebenarnya hanya memanfaatkan
dirinya agar Sophie terlihat baik. Semua penduduk yakin dialah yang akan di
culik ‘Sang Guru’ untuk sekolah kejahatan.
Lalu
bagaimana jika terjadi sebuah kesalahan?
Sophie dibuang ke sekolah kejahatan
dimana banyak penyihir, kutil dan tidak ada masker serta ketimun. Dan Agatha
dibuang ke sekolah kebaikan dimana warna pink mendominasi, putri-putri cantik,
pangeran gagah, pelajaran beautifikasi dan pesta dansa.
Bagaimana
jika kesalahan ini merupakan petunjuk pertama untuk mengetahui dan mengungkap
jati diri Sophie dan Agatha?
Well,
ini adalah novel western hadiah dari Ayin sewaktu aku ulang tahun yang
ke-17. Sebelumnya Ayin sudah mereview
novel ini terlebih dahulu di sini dan di sini. Karena review itulah aku
menunjukan ketertarikan terhadap novel ini, dan gak nyangka. Dia membelikan aku
kedua novelnya -__-
Novel
pertama dari Soman Chainani ini merupakan novel yang menurutku sangat
menakjubkan dengan petualangan yang berbahaya untuk dua gadis yang sama-sama
gak tahu siapa mereka sebenarnya.
Novel
ini diawali dengan Shopie yang menggambarkan dirinya cantik, selalu perawatan,
tidak tulus dalam menolong, selalu punya niat tersembunyi dan berusaha untuk
tampil layaknya putri. Sedang Agatha yang terkesan misterius dan dingin ia
jadikan sebagai salah satu target ‘ada udang dibalik batu’-nya Sophie—berteman sama
calon penyihir agar dipandang baik oleh masyarakat Gavaldon dan dia mengira
Agatha adalah orang yang mengisi sekolah kejahatan.
Baiklah,
di novel ini adegannya benar-benar kompleks dengan kejadian-kejadian di luar
hipotesis kita. Kejadian yang tentunya paling malesin bagi aku adalah ketika
awal-awal Shopie dan Agatha mengadaptasikan diri mereka di tempat yang menurut
mereka gak sesuai dengan mereka.
Shopie
punya 3 teman sekamar bernama Dot, Hester dan Anadil. Ketiga temannya itu gak
ada yang suka sama Shopie—terkecuali Dot yang bersikap agak baik. Tapi aku suka
sama karakteristik mereka yang punya pendirian teguh, ambisi yang kuat dan
tentunya hati kecil mereka yang baik (di akhir-akhir cerita kita bisa liat
gimana sih mereka yang dicap jahat itu juga ingin merasakan yang namanya
kebahagian, pokoknya Hester merupakan karakter favoriteku disini gimanapun
bentuknya yang serem dan sifatnya yang kejam).
Sama
dengan Shopie yang gak di terima oleh siswa di sekolahnya, Agatha juga sama. Di
sekolah kebaikan banyak putri dan pangeran yang gak suka sama dia, bahkan
pemeran utama laki-laki—Tedros yang merupakan putra dari Raja Arthur
ikut-ikutan ngebully dia dan pengen nuker Agatha sama Sophie. Well, disini udah
keliatan banget deh, putri-putri yang cantik dan lemah lembut itu gak sebaik
yang sebenarnya—mereka tetap suka membully bahkan melakukan tindakan dan
perkataan yang gak sesuai etiket para putri.
Kenyataan menyedihkan dari kedua sekolah adalah, gak semuanya bisa jadi Putri, Pangeran, dan Penyihir. Di antara yang dapat nilai kecil akan jadi awetan museum, binatang yang akan mengorbankan nyawa untuk sang putri, monster-monster budak penyihir atau bentuk-bentuk lainnya sesuai dengan sekolahnya.
Dan jika kalian benar-benar gagal, maka kalian akan jadi budak musuh. Murid sekolah kejahatan yang gagal akan jadi peri air di sekolah kebaikan, dan murid sekolah kebaikan akan menjadi serigala di sekolah kejahatan.
Klimaks
disini menurutku waktu Uji Dongeng, dimana Tedros yang mikir bahwa Sophie cinta
sejatinya tahu kalau dia sebenarnya dibohongi oleh Sophie. Dan selama ini yang
membantu Shopie dan mengorbankan diri untuk menolong Tedros adalah Agatha.
Disini mulai deh Tedros jatuh hati sama Agatha. Dan perlahan-lahan sifat Putri
pada Agatha mulai keliatan. Mukanya yang makin cantik, pengendaliannya terhadap
hewan, berbicara dengan banyak mahluk serta perasaan batinnya yang bisa sampai
ke seluruh orang.
Lagi-lagi
sama dengan Agatha, Sophie juga mulai kelihatan jahatnya. Kutil-kutil makin
tumbuh di kulitnya, rambutnya mulai rontok dan kepalanya botak, giginya tanggal
dan penampilannya sudah bener-bener menghayati banget sebagai penyihir.
Perang
antara Kebaikan dan Kejahatan gak terelakan lagi karena adu domba Shopie. Semua
seolah takdir dari ‘Sang Guru’ yang misterius dan Storian—Pena penulis dongeng
mereka. Sampai akhirnya terbongkarlah misteri ‘Sang Guru’ dan akhir dari
dongeng Shopie dan Agatha.
Ceritanya
benar-benar bikin penasaran dan dag-dig-dug, oke jujur aja aku bener-bener
tertarik sama novel ini melebihi novel JK. Rowling—Harry Potter. Soman yang
notaben laki-laki bener-bener bisa mencampur adukan pikiran pembaca lewat
imajinasinya. Gimana dia bikin aku benci banget sama Tedros yang jahat sama
Agatha terus jatuh cinta sama Agatha, gimana dia bikin aku kesel banget sama
Agatha yang tetep aja baik sama Shopie yang jelas-jelas manfaatin dia, dan
gimana aku sebel ngeliat Shopie tolol banget sama seluruh obsesi dia.
Tapi
Soman berhasil bikin aku paham, itu sebenarnya adalah gambaran dari diri kita
semua. Di dunia ini kita selalu merasa benar tanpa mengerti orang lain. Soman
kayak pengen kita ngeliat suatu masalah dari banyak sudut pandang. Dan
disinilah akhirnya terungkap kisah cinta sejati—Persahabatan antara Agatha dan
Shopie dan peran ‘Sang Guru’.
Endingnya?
Aku ngereview ini biar kalian tertarik buat
beli dan baca sendiri, great book.
Grade : A
The School for Good and Evil : Dunia Tanpa Pangeran [Jilid 2]
Benarkah
cinta sejati lebih berharga dari sahabat?
Di atas udah dijelasin kan kalau mau keluar
dari sekolah itu harus menyelesaikan dengan dongeng? Tapi belum pernah ada
anak-anak dari Gavaldon yang memiliki dongeng kembali ke Gavaldon, kecuali
Agatha & Shopie.
[Sinopsis] :
Agatha
dan Shopie berhasil kembali ke Gavaldon setelah kejadian dahsyat di sekolah
mereka. Sekarang mereka hanya manusia biasa yang tidak bisa menggunakan sihir
lagi. Mereka menjalani aktifitas seperti biasa, dimana Shopie bak artis dan
Agatha bak penyendiri.
Tapi
semua rakyat Gavaldon merasa mereka adalah pahlawan yang berhasil menghilangkan
kutukan di Gavaldon. Patung mereka di buat dan pada saatnya Agatha merasa ada
yang kosong, dia tidak ingin mengakhiri dongeng seperti ini. Dia ingin bersama
Tedros—Agatha juga jatuh cinta pada Tedros.
Well,
permohonan kecil di hati Agatha ternyata membuka kembali gerbang dongeng dan
membawa mereka kembali kesekolah—Sekolah gadis dan Sekolah pria. Kemana sekolah
Kebaikan dan Kejahatan? Dongeng Agatha dan Shopie ternyata membuat para gadis
merasa sombong dan merasa tak butuh laki-laki. Gadis-gadis di sekolah kejahatan
terusir dari sekolahnya namun disambut baik para gadis-gadis sekolah kebaikan.
Laki-laki
sekolah kebaikan kemudian di usir para gadis dan diterima baik oleh para
laki-laki di sekolah kejahatan. Dunia berbalik, para pangeran tak berharga. Dan
satu-satunya yang dianggap penyebabnya adalah si penyihir—Shopie. Hukuman mati
untuk Shopie di buat oleh Tedros—Yang mengharapkan Agatha bersamanya, bukan
bersama Shopie.
Lalu
bagaimana dengan Agatha?
Akankah dia memilih persahabatannya dengan
Shopie, atau memilih hidup bahagia bersama cinta sejatinya Tedros setelah
memperbaiki semua kesalahan ini?
Di
buku ini, kisah cinta antara Agatha dan Tedros benar-benar menjadi topik
hangat. Tapi komunikasi dan ikatan mereka kurang karena Tedros banyak
menghabiskan waktu dengan penderitaan dan Philip—Shopie yang menyamar.
Di
sini Agatha lebih menjadi sentral di banding buku pertama, hanya saja di sini
terlalu membosankan karena terlalu menyorot tokoh baru yang keliatan penting—Dekan
Sekolah Gadis yang menurutku bahkan sampai endingpun dia itu tokoh gak becus
yang membosankan.
Kisah
disini sebenarnya merupakan hasil dan akibat dari dongeng Agatha dan Shopie
yang menginspirasi para gadis untuk seperti mereka—Putri berkerjasama dengan
Penyihir. Kalau kalian baca buku pertama pasti kalian bakal ngerti. Disini juga
dijelasin lagi peran ‘Sang Guru’ dimana di sinopsisku ‘Sang Guru’ itu gak
terlihat penting, padahal sebenarnya dia adalah kunci dan emm—Pasangan si
Shopie?
Sedikit
aku beri bonus. 200 tahun yang lalu, penjaga Storian adalah dua saudara kembar—Satu
baik dan satu jahat. Namun sang jahat ingin menguasai semuanya, maka dia
mengumandangkan perang untuk sang baik. Sang baik kalah, dan storian di tangan
sang jahat, hanya saja storian berusaha menjaga keseimbangan. Meski ditangan
sang jahat storian selalu berpihak pada yang baik. Dan sang jahat adalah—Sang Guru.
Di
novel keduanya ini, Soman menampilkan banyak keterhubungan antara jilid 1 dan
jilid 2. Dia kayak udah ngesketsa dari awal gimana ceritanya. Dan disini
lagi-lagi peran Hester, Anadil, dan Dot juga mendominasi. Waw, seneng banget
ngeliat ketiga penyihir yang terlahir untuk kejahatan ini bertindak baik dan
cukup jenius—meski itu demi kepentingan mereka, tapi mereka tulus membantu
Agatha.
Klimaksnya
disini, Shopie yang sering sama Tedros sebagai Philip, kayak merasa ada rasa
lagi sama Tedros dan begitupun Tedros ngerasa suka sama Philip karena ngerasa
dikhianati Agatha—yang dia pikir bekerjasama dengan Shopie ingin membunuhnya.
Dan
detik-detik Philip di cium sama Tedros, Agatha ngeliat. Dan bisa bayangin
gimana hancurnya Agatha yang mikir dia di khianati sama Sophie—yang ia pikir
menyamar jadi Philip untuk merebut storian dari tangan Tedros dan mengembalikan
dunia dongeng seperti semula malah mau ciuman sama cintanya Agatha.
Penasaran?
Kalian bisa beli buku jilid kedua ini untuk
membuka misterinya gimana. Hingga pada akhirnya Shopie dan Agatha berpisah.
Masing-masing berada dipelukan laki-laki baik dan laki-laki jahat.
Aku
bingung mau mendeskripsikan novel ini gimana dengan kata-kata. Novel kedua ini
emang gak semenarik novel pertama. Tapi melengkapi kekosongan Novel pertama.
Dan novel ini juga sudah ada jilid ketiganya Cuma aku kurang tahu udah di
terbitin di Indonesia belum.
Novel
ini juga sedang digarap versi animasinya. Aaaaaa gak sabar liat gimana sih
tangguhnya Agatha dan liciknya Shopie. Well, aku ngerasa sifat aku mirip banget
sama keduanya. Di lingkungan rumah aku ngerasa kayak Agatha, dan di lingkungan
luar ngerasa kayak Shopie. Jadi aku bener-bener menghayati novel ini yang
menurutku menggambarkan refleksi diri sediri.
Inget! Yang baik harus tetap bersama
yang baik, dan jahat harus tetap bersama yang jahat. Jadi, kembalilah ke
posisimu sebelum semuanya terlambat...
Dari reviewnya keren kayaknya
BalasHapus